Kupas Tuntas Film Bohemian Rhapsody
Judul : Bohemian Rhapsody
Pemeran : Rami Malek sebagai Freddie Mercury,
Ben Hardy sebagai Roger Taylor, Gwilym
Lee sebagai Brian May, Joseph Mazello sebagai John Deacon, Lucy Boynton sebagai
Mary Austin
Durasi Film : 2 jam 13 Menit
Tanggal Rilis : 27 Oktober 2018 (di
Indonesia)
Sutradara : Bryan Singer
Budget : 50-55 Juta Dollar (US)
Box Office : 903.7 Juta Dollar (US)
Penghargaan (2019) : Academy Award
untuk Best Actor (Rami Malek), Academy Award untuk Best Sound Mixing (John
Casali, Tim Cavagin, Paul Massey), Golden Globe Award untuk Best Motion
Picture, Acadamy Award untuk Best Sound Editing (Nina Hartstone, Joh Warhurst),
Academy Award untuk Best Film Editing (John Ottman), Screen Actors Guild Award untuk
Outstanding Performance by a Male Actor in a Leading Role (Rami Malek), Japan
Academy Prize untuk Outstanding Foreign Language Film, BAFTA Award untuk Best
Actor in a Leading Role (Rami Malek), AACTA International Award untuk Best
Actor (Rami Malek), BAFTA Award for Best Sound (John Casali, Tim Cavagin, Nia
Hartstone), Satellite Award untuk Best Actor – Motion Picture (Rami Malek).
RINGKASAN FILM
Film ini secara umum bercerita tentang band rock asal Inggris, Queen dan sosok Freddie Mercury sebagai vokalis utamanya. Ia menentang stereotype dan hal konvensional untuk kemudian menjadi salah satu penghibur yang paling dicintai dalam sejarah. Suara band yang revolusioner dan lagu-lagunya yang populer membawa Queen meroket naik pada tahun 1970-an. Setelah beberapa konflik terjadi, Freddie kemudian memutuskan untuk meninggalkan grup dan mengejar karier solonya. Freddie dan anggota Queen lainnya kemudian melakukan reuni untuk kepentingan sebuah konser Live Aid yang menghasilkan salah satu pertunjukan terbesar dalam sejarah Rock ‘n Roll.
Film ini secara umum bercerita tentang band rock asal Inggris, Queen dan sosok Freddie Mercury sebagai vokalis utamanya. Ia menentang stereotype dan hal konvensional untuk kemudian menjadi salah satu penghibur yang paling dicintai dalam sejarah. Suara band yang revolusioner dan lagu-lagunya yang populer membawa Queen meroket naik pada tahun 1970-an. Setelah beberapa konflik terjadi, Freddie kemudian memutuskan untuk meninggalkan grup dan mengejar karier solonya. Freddie dan anggota Queen lainnya kemudian melakukan reuni untuk kepentingan sebuah konser Live Aid yang menghasilkan salah satu pertunjukan terbesar dalam sejarah Rock ‘n Roll.
DISKUSI
FILM
Film biografi akan selalu menjadi salah
satu genre film favorit saya.
Bagaimana tidak? Mengenal sosok-sosok inspiratif melalui film tentang jalan
cerita hidupnya tentu sangat mengasyikkan. Kita bisa tahu bagaimana mereka bisa
mempengaruhi hidup orang di sekitarnya dan terlebih hidup orang lain yang
bahkan tidak ia kenal (seperti kita-kita ini), bagaimana awal hidup dan jalan
hidup yang ia ambil, apa yang melatarbelakangi, bagaimana ia bisa menjadi sosok
yang sekarang ini dan masih banyak lagi. Freddie Mercury dengan gigi tonggosnya,
seorang imigran keturunan Parsi, homoseksual dan di ujung hidupnya menjadi
seorang pengidap HIV/AIDS ternyata memiliki suara melengking tinggi yang jernih
dan pembawaan yang unik. Ia juga adalah seorang penulis lagu yang handal. Menurut
laporan ilmiah terbaru dari sekelompok peneliti dari Austria, Ceko dan Swedia
yang diterbitkan dalam bentuk jurnal yang berjudul Logopedics Phoniatrics
Vocology, Freddie ialah penyanyi terbaik, karena ia mampu bernyanyi hingga
empat oktaf. Freddie adalah epitome dari sebuah legenda, deskripsi paling
sempurna dari istilah one in a million.
Dengan segala yang ia miliki ternyata ia bisa tenar hingga saat ini, bahkan ketika
ia sudah mati. Queen bukan hanya
sebuah band legendaris, ia adalah keluarga. Loyalitas dan persaudarannya sudah
teruji. Maka, pantaslah sebuah film biografi ditujukan sebagai persembahan
untuk Queen dan Freddie Mercury. Namun,
apakah kesemua adegan dalam film tersebut pasti benar sesuai dengan realita dan
mampu merepresentasikan sosok-sosok dalam film tersebut? eits, nanti dulu.
Jujur, saya menonton Bohemian Rhapsody ini tanpa ekspektasi
apapun selain semoga filmnya dapat menghibur. Apakah film ini sesuai dengan
realita Queen dan Freddie Mercury
atau tidak bukanlah perhatian saya pada waktu itu, karena ya saya hanya tahu
tentang Queen sebatas lagu-lagunya
dan hanya tahu Freddie Mercury sebagai vokalisnya. Jadi, saat menonton, saya seperti kapas putih yang
menyerap air tanpa ada pengetahuan tentang sejarah Queen dan bagaimana kehidupan para personilnya terutama Freddie
Mercury.
Sebagai awam, saya merasa film ini adalah
film yang luar biasa karena berhasil menyentuh emosi (selain karena konflik
yang emosionil dan diangkat dari kisah nyata sehingga lebih mengena, mungkin
juga dipengaruhi lagu-lagunya yang nostalgia) dan kognisi (saya jadi lebih tahu
tentang proses pembuatan lagu mereka, latar belakang Queen dan kehidupan para personilnya), akting Rami Malek yang luar
biasa mampu menghadirkan kembali gestur, dialek, kata “darling” yang sering ia
ucapkan, cara berjalan, “eeh-oooh” nya hingga cara bernyanyi Freddie Mercury
yang dirindukan banyak orang (terbukti dengan beberapa penghargaan yang telah
ia sabet melalui film ini). Walau secara fisik (postur tubuh) tidak sama dengan
Freddie, Ia tetap mampu menghipnotis dan membuat saya merasa excited terhadap figur Freddie Mercury
yang legendaris. Jalan cerita yang menarik untuk diikuti tidak membuat durasi 2
jam 13 menit terasa amat lama dan tentunya film ini bukan film pengantar tidur
untuk saya. Bohemian Rhapsody bagaikan pintu masuk untuk dapat mengenal lebih
dekat Queen dan Freddie Mercury. Ya,
pintu masuk. Tapi, kalau kamu mau tahu sebenar-benarnya tentang Queen dan Freddie Mercury sepertinya
film ini kurang tepat untuk tujuan tersebut. Ini bukan film dokumenter, ada
adegan yang ditambah atau dikurangi dari kisah aslinya.
Kupas Tuntas Alert!
Film ini dibuka dengan adegan Freddie
Mercury bangun di pagi hari dan terbatuk-batuk, (mungkin mau menggambarkan
indikasi sakit yang dideritanya waktu itu) diiringi lagu pembuka “Somebody to
Love” kemudian bersiap-siap untuk Konser Live Aid. Lagu pembuka saja sudah
bikin saya merinding dan excited,
membuat saya berpikir wah paduan visual dan musik film ini bagai mantra yang
menyihir saya tetap duduk manis hingga 2 jam ke depan.
Adegan kemudian berlanjut dengan alur
mundur yaitu di London pada tahun 1970, dimana Freddie bekerja di sebuah bandara
(Heathrow) sebagai tukang angkut barang. Seseorang memanggilnya orang Pakistan
namun ia menolaknya, karena ia adalah keturunan Parsi, India dan keluarganya
beragama Zoroaster. Freddie digambarkan senang menulis lirik lagu dan
menghabiskan waktunya di luar rumah. Ibunya nampak membolehkan saja namun ayahnya
menentang kebiasaannya pulang malam, ia dianggap tidak memikirkan masa
depannya. Di sini terungkap nama aslinya yaitu Farrokh (Bulsara) yang kemudian
dibantahnya dengan nama Freddie.
Adegan berlanjut di sebuah klub dimana
Freddie menikmati sebuah penampilan band bernama “Smile”. Di tempat itu pula Freddie bertemu dengan seorang gadis
yang ia nilai menarik. Gadis itu nantinya dikenal sebagai Mary Austin, seorang
pegawai toko BIBA, perempuan yang kemudian bertunangan dengannya. Tim (Staffel),
vokalis pertama Smile merasa tidak
puas dengan kondisi Smile saat itu
dan mengajak dua personil lainnya untuk bergabung dengan band yang lebih besar
(Humpy Bong) namun mereka menolaknya.
Setelah itu, Freddie bertemu dengan Brian May (gitaris Smile) dan Roger Taylor (drummer Smile). Ia mengaku sudah lama mengikuti rekam jejak band Smile tersebut, ia bahkan tahu tentang
latar belakang kedua personil tersebut. Ia mempromosikan dirinya senang menulis
lagu dan setelah mengetahui vokalis yang lama telah hengkang, ia menawarkan
diri untuk menjadi vokalis yang baru. Taylor menolaknya karena giginya yang
tonggos, namun Freddie membuktikan kemampuan vokalnya dengan bernyanyi di depan
mereka dan keduanya pun terkesan. Freddie pun jual mahal dan berlalu begitu
saja dari mereka (namun tentu kita tahu bagaimana kelanjutannya).
Sampai di sini, ternyata ada yang
kurang sesuai antara cerita di film dan realita. Di kehidupan nyata, Staffel
dan Freddie sebenarnya berteman. Mereka sempat bersama-sama sebentar di dalam Smile, kala Freddie masih menjadi vocal
kedua dan Staffel yang utama. Smile
bukanlah band pertama Freddie. Ia pernah
bergabung dengan band Ibex yang
berganti nama menjadi Wreckage, yang
berujung gagal dan bubar. Freddie juga sempat bergabung dengan band Sour Milk Sea, yang juga tak bertahan
lama.
Adegan berikutnya menceritakan Freddie
datang ke toko BIBA, dimana Mary
Austin bekerja. Freddie memang sengaja mencari Mary Austin pada waktu itu. Mary
Austin mendatangi Freddie ketika ia sedang melihat-lihat pakaian dan menyukai
salah satunya. Freddie meminta ukuran untuknya namun ternyata pakaian itu
merupakan pakaian wanita. Mary Austin
tidak canggung dan merasa itu bukanlah
masalah, ia bahkan membantu Freddie mencoba pakaian tersebut dan juga
memakaikan celak pada matanya. Ia merasa gaya Freddie eksotis dan ketertarikan
antara keduanya kemudian berlanjut. Untuk kamu-kamu yang sebelumnya tidak tahu orientasi
seksual Freddie apakah sempat bertanya-tanya? Atau seperti mendapat petunjuk?.
Kalau saya waktu itu belum, saya hanya merasa itu merupakan bagian dari gaya
Freddie yang eksentrik saja. Toh, lelaki berpakaian perempuan belum tentu gay,
lho.
Suatu malam, Smile melakukan pertunjukan dan memperkenalkan John Deacon sebagai
pemain bass dan Freddy sebagai vokalis utama. Ia diperkenalkan sebagai Freddie
Bulsara, dan tentunya ada yang mempertanyakan dimana Tim dan menolak kehadiran
Freddie. Freddie mengubah lirik lagu, mengalami kesulitan pada mikrofon-nya, dan
sempat menjadi bahan tertawaan pula. Namun, dengan suaranya yang gemilang ia
mampu menguasai panggung malam itu.
Satu tahun kemudian, kontrak Smile sudah habis dengan semua pub yang
ada di Glasgow, mereka kebingungan dan Freddie menyarankan mereka membuat
sebuah album. Mereka tidak memiliki uang untuk membuat album, dan Freddie
membuat mereka menjual van untuk rekaman album pertama. Dalam film digambarkan
bagaimana perfeksionisnya Freddie dalam perekaman lagu “Seven seas of Rhye”.
Mereka bereksperimen, menggunakan bahan-bahan yang tidak umum digunakan dalam
perekaman lagu, berkreasi out of the box
yang pada akhirnya disaksikan oleh seseorang tanpa mereka ketahui, orang
tersebut tertarik dan meminta demo mereka (nantinya terungkap bahwa orang
tersebut berasal dari EMI records).
Di sebuah malam bersama Mary Austin di
kamar apartemennya, Freddie memperkenalkan nama Queen sebagai nama baru Smile.
Adegan berlanjut ketika Freddie mengundang Mary Austin, ayahnya dan personil Smile lainnya ke rumah orangtua Freddie.
Mereka bertukar cerita hingga akhirnya ibu dan ayah Freddie membuka cerita
tentang kelahiran dan masa kecil Freddie. Freddie merasa jengah kemudian ia
bernyanyi dan menemukan nama belakang “Mercury” untuk dirinya menggantikan nama
“Bulsara”. Hal ini membuat ayahnya marah dan keributan pun terjadi. Saat itu
pula perwakilan EMI menelepon mengabarkan bahwa orang EMI yang melihat mereka
rekaman saat itu memberikan demo mereka ke John Reid (asisten Elton John) dan
Reid ingin bertemu mereka untuk (kemungkinan) membicarakan kontrak.
Reid bertemu mereka dan terutama
Freddie dengan penampilan nyentriknya, meyakinkan Reid yang memang sedari awal
sudah tertarik dengan mereka untuk mengontrak Queen. Di situ pula Freddie bertemu dengan Paul Prenter yang akan menemani
mereka setiap harinya (dan nantinya menjadi bagian dari perjalanan kisah
romansanya).
Dimulai dari penampilan lypsinc (yang Queen tentang habis-habisan) di BBC, Queen mulai tampil di berbagai kesempatan dan karirnya mulai
menanjak naik. Suatu hari di kamar apartemen, Freddie tidak saja melamar Mary
Austin hari itu, namun juga mendapat berita bahwa album Queen masuk tangga lagu di Amerika Serikat, dan untuk itu mereka akan melakukan tur Amerika. Berbicara
tentang lamaran, adegan Freddie melamar Mary Austin terasa cukup manis. Freddie
bahkan menyebut Marry Austin sebagai “love
of my life”, namun ternyata beberapa hal tidak terjadi sesuai dengan yang
diinginkan. Indikasi homoseksualitas Freddie tidak disebutkan secara eksplisit
dalam film ini melainkan tersirat, seperti saat Queen tur amerika, Freddie menelepon Mary Austin namun kemudian
melihat laki-laki lain yang masuk ke toilet dan pandangannya mengikuti
laki-laki tersebut. Tidak digambarkan Freddie mengikuti laki-laki itu ke dalam
toilet, jadi saya menyimpulkan saat itu Freddie masih dalam tahap mempertanyakan
orientasi seksualnya.
Keeksentrikan Freddie sekali lagi
ditunjukkan dalam film ini ketika dalam sebuah pertemuan dengan Ray Foster
(eksekutif EMI), ia mengganti nama pengacara band Jim Beach menjadi Miami Beach
karena nama Jim dirasa absurd dan
membosankan. Dalam pertemuan itu pula Freddie menawarkan konsep rock ‘n roll
dengan skala opera untuk album terbaru mereka “A Night at the Opera” yang
diragukan oleh Ray Foster namun akhirnya ia tetap mengalah.
Di tahun 1975, Queen merekam album “A Night at the Opera” di sebuah tanah pertanian bernama Rockfield. Di tempat itu Freddie menciptakan lagu “Love of My Life” yang ia tulis untuk Mary Austin. Ironisnya, Paul Prenter mencium Freddie di malam itu. Freddie juga menulis lagu “Bohemian Rhapsody” yang fenomenal. Film ini menggambarkan bagaimana rumitnya proses perekaman lagu tersebut dan tentu bagaimana perfeksionisnya Freddie dalam perekaman lagu tersebut hingga dirasa sempurna. Dalam kenyataannya, menurut penulis buku “Freddie Mercury : The Definitive Biography” Lesley-Ann Jones, lagu tersebut merupakan pengakuan Freddie bahwa ia adalah seorang gay. Fakta tersebut dipertegas oleh teman baik Freddie, Sir Tim Rice, yang mengatakan bahwa Freddie memang mengungkapkan itu pada lagunya. Hal ini dikutip dari dailymail.co.id. Setelah mengajukan lagu tersebut kepada Ray Foster, sayangnya ia menolak merilis lagu “Bohemian Rhapsody” sebagai single utama dengan alasan tidak ada radio yang mau menyiarkan lagu opera berdurasi 6 menit berisi kata-kata tidak masuk akal itu. Akhirnya, Freddie meminta DJ Keny Everett menyiarkan lagu tersebut di radio. Walaupun ulasannya beragam, “Bohemian Rhapsody” menjadi sukses besar. Karakter yang diperankan Mike Meyers ini kabarnya tak nyata. Diceritakan sebagai bos di label rekaman EMI yang tak menyukai lagu Bohemian Rhapsody, sejumlah situs menyebut, Foster hanya karakter yang dibuat untuk mewakili banyak pihak yang menolak mahakarya Queen tersebut.
Queen kemudian sukses menggelar tur dunia,
namun keretakan hubungan antara Freddie dan Mary Austin mulai terlihat. Suatu
malam saat mereka berdua, Mary Austin menyatakan ada yang tidak beres dengan
hubungan mereka berdua dan menanyakan hal itu kepada Freddie. Freddie
menyatakan bahwa ia merasa dirinya adalah seorang biseksual, walau Mary Austin
yakin ia adalah seorang gay. Ternyata Mary Austin sudah merasakannya sejak lama
dan ingin memastikannya. Mereka memutuskan pertunangan mereka di malam itu. Meski begitu, Freddie tidak ingin memutuskan
ikatan yang mereka punya, Mary Austin tetap menjadi “love of my life” baginya, Tahun 1980 di London, Freddie pindah ke
sebelah rumah Mary Austin dengan penampilan barunya. Ia memotong pendek
rambutnya dan berkumis tebal. Ada sebuah indikasi kesepian dari adegan telepon
antara Freddie dan Mary Austin, meski sebenarnya saat itu Freddie sudah semakin
akrab dengan Paul Prenter.
Freddie meminta Paul Prenter untuk
menyelenggarakan pesta mewah di rumah barunya. Saat itu muncul ketegangan tidak
saja antara Paul Prenter namun juga Freddie dengan personil Queen lainnya. Para personil Queen akhirnya meninggalkan Freddie dengan keramaian di pesta
mewahnya. Di sinilah setelah pesta ia bertemu dengan seorang pelayan bernama
Jim Hutton. Freddie sempat melecehkannya, namun Freddie minta maaf dan akhirnya
mereka malah mengobrol. Keduanya mengaku saling menyukai namun Hutton meminta
Freddie menemuinya lagi ketika ia sudah menyukai dirinya sendiri.
Kita akan disuguhkan adegan ketika
Brian May menciptakan “We Will Rock You” dan meminta personil Queen lain bersama istri mereka
berandai-andai sebagai penonton dan ikut menjadi bagian penampilan mereka
dengan bertepuk tangan dan menghentakkan kaki.
Hari itu, seperti biasanya Freddie datang terlambat dengan rambut pendek
dan kumis tebalnya. Padahal, di dunia nyata, “We Will Rock You” pertama kali
dibawakan Queen pada 1977, ketika
tampilan Freddie masih gondrong dan klimis tanpa kumis.
Paul Prenter digambarkan sebagai sosok
antagonis dalam film ini, ia digambarkan ingin memisahkan Freddie dari
orang-orang terdekatnya dan mengambil keuntungan dari hal tersebut. Ia bahkan
mengadu domba John Reid dan Freddie, berakhir dengan pemecatan Reid. Freddie
terlihat sangat emosional saat itu, mungkin hal ini juga diakibatkan oleh Marry
Austin yang datang ke pertunjukkan Queen
dan memperkenalkan kekasih barunya di malam yang sama, bahkan ia sudah tidak
memakai cincin tunangan yang diberikan Freddie lagi.
Freddie digambarkan semakin kacau, ia
menjadi senang mabuk-mabukkan bahkan membawa bir ke tempat rekaman. Paul
Prenter makin berani mencampuri urusan band. Roger mempertanyakan mengapa
Freddie memecat Reid tanpa berdiskusi dengan yang lain, namun dengan arogan dan
tanpa bersalah Freddie mengatakan itu sudah terjadi. Adu argumen kembali
terjadi ketika Freddie ingin membuat musik disko yang ditentang personil lain.
Menurut Roger ini bukan Queen, namun
menurut Freddie, Queen adalah apapun
yang ia katakan. Deacon menengahi dengan mulai bermain bass dan mereka membuat
lagu “Another One Bites the Dust”. Sebuah konferensi pers di London pada tahun
1982 digelar untuk mempromosikan album Hot Space. Dalam konferensi pers
tersebut, Freddie dipojokkan oleh wartawan yang memborbardir Freddie dengan
pertanyaan mengenai kehidupan pribadi dan seksualitasnya.
Nampaknya Freddie mulai berada di titik
terbawah dalam hidupnya. Video klip “I want to Break Free” yang menampilkan
mereka dalam pakaian perempuan menuai kontroversi, MTV memblokir video
tersebut. Hubungan Mary Austin dan Freddie juga mulai merenggang. Freddie
memberitahu personil lain bahwa ia menandatangani kontrak solo senilai $4 juta dengan CBS
Records, dan hal ini makin memperburuk hubungan dengan rekan bandnya. Freddie
digambarkan sebagai biang kerok pecahnya Queen.
Ia digambarkan sebagai personel yang paling ambisius sekaligus jadi anggota
pertama yang membuat album solo. Padahal dalam kenyataannya, Roger Taylor
(drum) yang menetaskan album solo terlebih dahulu berjudul Fun in The Space
(1981).
Paul Prenter terus memblok Freddie
dari orang-orang terdekatnya. Ia bahkan berbohong pada Mary Austin bahwa
Freddie tidak punya waktu untuk berbicara dengannya dan ia berjanji akan
menyampaikan kepada Freddie bahwa Mary menelepon, yang ternyata tak pernah dilakukannya. Freddie
semakin terombang-ambing. Ia bagai raja yang berada di puncak, namun kesepian. Jim
(Miami) Beach menghubungi Paul Prenter untuk menyampaikan ajakan konser bersama
Queen di konser amal Live Aid namun
tentu saja hal ini disembunyikan oleh Prenter. Kesehatan Freddie pun
diceritakan memburuk, ditambah oleh kebiasaan buruknya meminum minuman keras.
Suatu malam Mary Austin mendatangi
rumah Freddie dan semua kebohongan Paul Prenter mulai terungkap. Mary Austin
menyampaikan kabar tentang konser Live Aid dan memaksanya untuk kembali ke
band. Ia juga menyampaikan kabar kehamilannya yang mematahkan hati Freddie di
awal, namun malam itu mata dan hatinya mulai terbuka. Adegan dramatis di bawah
hujan itu menyadarkan Freddie bahwa ia dicintai, bukan oleh Prenter namun oleh
Mary Austin, personil Queen lain dan
keluarga kandungnya. Freddie marah kepada Prenter dan memutuskan hubungan
dengannya, namun Paul tidak terima dan memberitahukan publik tentang
petualangan seksual Freddie melalui interview di stasiun TV. Kenyataannya, Prenter
membocorkan hal tersebut kepada tabloid The
Sun.
Freddie menanyakan tentang konser Live
Aid kepada Jim Beach, meskipun semua band sudah diumumkan namun Beach berjanji
akan berusaha mempertemukan Freddie dengan personil Queen lainnya. Freddie kembali ke London untuk bertemu dan meminta
maaf kepada rekan bandnya, mereka akhirnya berbaikan. Penyelenggara Live Aid pun
menyelipkan mereka pada tempat terakhir di Live Aid.
Diceritakan di film, Freddie melakukan
pemeriksaan dan mengetahui bahwa ia terjangkit AIDS sebelum konser Live Aid dan
memberitahu rekan bandnya tentang status kesehatannya pada gladiresik konser
Live Aid 1985. Padahal, di dunia nyata ia belum pernah melakukan tes sampai
1986. Pada Oktober 1986, wartawan Inggris melaporkan bahwa Freddie menguji
darahnya untuk memastikan gejala HIV/AIDS di klinik Harley Street. Freddie
akhirnya mengungkapkan penyakit yang dideritanya kepada The Guardian, November
1991.
Di penghujung film, di hari
penyelenggaraan konser Live Aid (1985), Freddie akhirnya berhasil menemukan Jim
Hutton, ia mempertemukan Hutton dengan keluarganya. Freddie memperkenalkannya
sebagai teman, namun bahasa tubuhnya menunjukkan hal lain. Keluarganya menerima
hal ini dan mereka berhubungan baik kembali.
Queen tampil di konser Live Aid dengan
penuh energi dan mendapat sambutan amat meriah dari penonton. Mary Austin dan
suaminya datang untuk mendukung Freddie dan bertemu Hutton. Dari “Bohemian
Rhapsody”, “Radio Ga Ga”, “Hammer to Fall”, hingga “We Are the Champions” dinyanyikan
secara live oleh Freddie. Penampilan
mereka di Live Aid sukses besar mengesankan kurang lebih 1.9 milliar penonton,
membantu meningkatkan donasi selama mereka tampil.
Masih kurang? Berikut ini adalah cerita
di balik layar Film Bohemian Rhapsody yang dirangkum dalam sebuah video.
Comments
Post a Comment