Kupas Tuntas Film Bohemian Rhapsody


Sutradara dan Para Pemain


INFO FILM :
Judul : Bohemian Rhapsody
Pemeran : Rami Malek sebagai Freddie Mercury, Ben Hardy  sebagai Roger Taylor, Gwilym Lee sebagai Brian May, Joseph Mazello sebagai John Deacon, Lucy Boynton sebagai Mary Austin
Durasi Film : 2 jam 13 Menit
Tanggal Rilis : 27 Oktober 2018 (di Indonesia)
Sutradara : Bryan Singer  
Budget : 50-55 Juta Dollar (US)
Box Office : 903.7 Juta Dollar (US)
Penghargaan (2019) : Academy Award untuk Best Actor (Rami Malek), Academy Award untuk Best Sound Mixing (John Casali, Tim Cavagin, Paul Massey), Golden Globe Award untuk Best Motion Picture, Acadamy Award untuk Best Sound Editing (Nina Hartstone, Joh Warhurst), Academy Award untuk Best Film Editing (John Ottman), Screen Actors Guild Award untuk Outstanding Performance by a Male Actor in a Leading Role (Rami Malek), Japan Academy Prize untuk Outstanding Foreign Language Film, BAFTA Award untuk Best Actor in a Leading Role (Rami Malek), AACTA International Award untuk Best Actor (Rami Malek), BAFTA Award for Best Sound (John Casali, Tim Cavagin, Nia Hartstone), Satellite Award untuk Best Actor – Motion Picture (Rami Malek).

RINGKASAN FILM
Film ini secara umum bercerita tentang band rock asal Inggris, Queen dan sosok Freddie Mercury sebagai vokalis utamanya. Ia menentang stereotype dan hal konvensional untuk kemudian menjadi salah satu penghibur yang paling dicintai dalam sejarah. Suara band yang revolusioner dan lagu-lagunya yang populer membawa Queen meroket naik pada tahun 1970-an. Setelah beberapa konflik terjadi, Freddie kemudian memutuskan untuk meninggalkan grup dan mengejar karier solonya. Freddie dan anggota Queen lainnya kemudian melakukan reuni untuk kepentingan sebuah konser Live Aid yang menghasilkan salah satu pertunjukan terbesar dalam sejarah Rock ‘n Roll.  




DISKUSI FILM
Film biografi akan selalu menjadi salah satu genre film favorit saya. Bagaimana tidak? Mengenal sosok-sosok inspiratif melalui film tentang jalan cerita hidupnya tentu sangat mengasyikkan. Kita bisa tahu bagaimana mereka bisa mempengaruhi hidup orang di sekitarnya dan terlebih hidup orang lain yang bahkan tidak ia kenal (seperti kita-kita ini), bagaimana awal hidup dan jalan hidup yang ia ambil, apa yang melatarbelakangi, bagaimana ia bisa menjadi sosok yang sekarang ini dan masih banyak lagi. Freddie Mercury dengan gigi tonggosnya, seorang imigran keturunan Parsi, homoseksual dan di ujung hidupnya menjadi seorang pengidap HIV/AIDS ternyata memiliki suara melengking tinggi yang jernih dan pembawaan yang unik. Ia juga adalah seorang penulis lagu yang handal. Menurut laporan ilmiah terbaru dari sekelompok peneliti dari Austria, Ceko dan Swedia yang diterbitkan dalam bentuk jurnal yang berjudul Logopedics Phoniatrics Vocology, Freddie ialah penyanyi terbaik, karena ia mampu bernyanyi hingga empat oktaf. Freddie adalah epitome dari sebuah legenda, deskripsi paling sempurna dari istilah one in a million. Dengan segala yang ia miliki ternyata ia bisa tenar hingga saat ini, bahkan ketika ia sudah mati. Queen bukan hanya sebuah band legendaris, ia adalah keluarga. Loyalitas dan persaudarannya sudah teruji. Maka, pantaslah sebuah film biografi ditujukan sebagai persembahan untuk Queen dan Freddie Mercury. Namun, apakah kesemua adegan dalam film tersebut pasti benar sesuai dengan realita dan mampu merepresentasikan sosok-sosok dalam film tersebut? eits, nanti dulu.

Jujur, saya menonton Bohemian Rhapsody ini tanpa ekspektasi apapun selain semoga filmnya dapat menghibur. Apakah film ini sesuai dengan realita Queen dan Freddie Mercury atau tidak bukanlah perhatian saya pada waktu itu, karena ya saya hanya tahu tentang Queen sebatas lagu-lagunya dan hanya tahu Freddie Mercury sebagai vokalisnya. Jadi, saat  menonton, saya seperti kapas putih yang menyerap air tanpa ada pengetahuan tentang sejarah Queen dan bagaimana kehidupan para personilnya terutama Freddie Mercury.  

Sebagai awam, saya merasa film ini adalah film yang luar biasa karena berhasil menyentuh emosi (selain karena konflik yang emosionil dan diangkat dari kisah nyata sehingga lebih mengena, mungkin juga dipengaruhi lagu-lagunya yang nostalgia) dan kognisi (saya jadi lebih tahu tentang proses pembuatan lagu mereka, latar belakang Queen dan kehidupan para personilnya), akting Rami Malek yang luar biasa mampu menghadirkan kembali gestur, dialek, kata “darling” yang sering ia ucapkan, cara berjalan, “eeh-oooh” nya hingga cara bernyanyi Freddie Mercury yang dirindukan banyak orang (terbukti dengan beberapa penghargaan yang telah ia sabet melalui film ini). Walau secara fisik (postur tubuh) tidak sama dengan Freddie, Ia tetap mampu menghipnotis dan membuat saya merasa excited terhadap figur Freddie Mercury yang legendaris. Jalan cerita yang menarik untuk diikuti tidak membuat durasi 2 jam 13 menit terasa amat lama dan tentunya film ini bukan film pengantar tidur untuk saya.  Bohemian Rhapsody bagaikan pintu masuk untuk dapat mengenal lebih dekat Queen dan Freddie Mercury. Ya, pintu masuk. Tapi, kalau kamu mau tahu sebenar-benarnya tentang Queen dan Freddie Mercury sepertinya film ini kurang tepat untuk tujuan tersebut. Ini bukan film dokumenter, ada adegan yang ditambah atau dikurangi dari kisah aslinya.

Kupas Tuntas Alert!  
Film ini dibuka dengan adegan Freddie Mercury bangun di pagi hari dan terbatuk-batuk, (mungkin mau menggambarkan indikasi sakit yang dideritanya waktu itu) diiringi lagu pembuka “Somebody to Love” kemudian bersiap-siap untuk Konser Live Aid. Lagu pembuka saja sudah bikin saya merinding dan excited, membuat saya berpikir wah paduan visual dan musik film ini bagai mantra yang menyihir saya tetap duduk manis hingga 2 jam ke depan.

Adegan kemudian berlanjut dengan alur mundur yaitu di London pada tahun 1970, dimana Freddie bekerja di sebuah bandara (Heathrow) sebagai tukang angkut barang. Seseorang memanggilnya orang Pakistan namun ia menolaknya, karena ia adalah keturunan Parsi, India dan keluarganya beragama Zoroaster. Freddie digambarkan senang menulis lirik lagu dan menghabiskan waktunya di luar rumah. Ibunya nampak membolehkan saja namun ayahnya menentang kebiasaannya pulang malam, ia dianggap tidak memikirkan masa depannya. Di sini terungkap nama aslinya yaitu Farrokh (Bulsara) yang kemudian dibantahnya dengan nama Freddie.

Adegan berlanjut di sebuah klub dimana Freddie menikmati sebuah penampilan band bernama “Smile”. Di tempat itu pula Freddie bertemu dengan seorang gadis yang ia nilai menarik. Gadis itu nantinya dikenal sebagai Mary Austin, seorang pegawai toko BIBA, perempuan yang kemudian bertunangan dengannya. Tim (Staffel), vokalis pertama Smile merasa tidak puas dengan kondisi Smile saat itu dan mengajak dua personil lainnya untuk bergabung dengan band yang lebih besar (Humpy Bong) namun mereka menolaknya. Setelah itu, Freddie bertemu dengan Brian May (gitaris Smile) dan Roger Taylor (drummer Smile). Ia mengaku sudah lama mengikuti rekam jejak band Smile tersebut, ia bahkan tahu tentang latar belakang kedua personil tersebut. Ia mempromosikan dirinya senang menulis lagu dan setelah mengetahui vokalis yang lama telah hengkang, ia menawarkan diri untuk menjadi vokalis yang baru. Taylor menolaknya karena giginya yang tonggos, namun Freddie membuktikan kemampuan vokalnya dengan bernyanyi di depan mereka dan keduanya pun terkesan. Freddie pun jual mahal dan berlalu begitu saja dari mereka (namun tentu kita tahu bagaimana kelanjutannya).

Sampai di sini, ternyata ada yang kurang sesuai antara cerita di film dan realita. Di kehidupan nyata, Staffel dan Freddie sebenarnya berteman. Mereka sempat bersama-sama sebentar di dalam Smile, kala Freddie masih menjadi vocal kedua dan Staffel yang utama. Smile bukanlah band pertama  Freddie. Ia pernah bergabung dengan band Ibex yang berganti nama menjadi Wreckage, yang berujung gagal dan bubar. Freddie juga sempat bergabung dengan band Sour Milk Sea, yang juga tak bertahan lama. 

Adegan berikutnya menceritakan Freddie datang ke toko BIBA, dimana Mary Austin bekerja. Freddie memang sengaja mencari Mary Austin pada waktu itu. Mary Austin mendatangi Freddie ketika ia sedang melihat-lihat pakaian dan menyukai salah satunya. Freddie meminta ukuran untuknya namun ternyata pakaian itu merupakan pakaian wanita.  Mary Austin tidak canggung  dan merasa itu bukanlah masalah, ia bahkan membantu Freddie mencoba pakaian tersebut dan juga memakaikan celak pada matanya. Ia merasa gaya Freddie eksotis dan ketertarikan antara keduanya kemudian berlanjut. Untuk kamu-kamu yang sebelumnya tidak tahu orientasi seksual Freddie apakah sempat bertanya-tanya? Atau seperti mendapat petunjuk?. Kalau saya waktu itu belum, saya hanya merasa itu merupakan bagian dari gaya Freddie yang eksentrik saja. Toh, lelaki berpakaian perempuan belum tentu gay, lho.  

Suatu malam, Smile melakukan pertunjukan dan memperkenalkan John Deacon sebagai pemain bass dan Freddy sebagai vokalis utama. Ia diperkenalkan sebagai Freddie Bulsara, dan tentunya ada yang mempertanyakan dimana Tim dan menolak kehadiran Freddie. Freddie mengubah lirik lagu, mengalami kesulitan pada mikrofon-nya, dan sempat menjadi bahan tertawaan pula. Namun, dengan suaranya yang gemilang ia mampu menguasai panggung malam itu.

Satu tahun kemudian, kontrak Smile sudah habis dengan semua pub yang ada di Glasgow, mereka kebingungan dan Freddie menyarankan mereka membuat sebuah album. Mereka tidak memiliki uang untuk membuat album, dan Freddie membuat mereka menjual van untuk rekaman album pertama. Dalam film digambarkan bagaimana perfeksionisnya Freddie dalam perekaman lagu “Seven seas of Rhye”. Mereka bereksperimen, menggunakan bahan-bahan yang tidak umum digunakan dalam perekaman lagu, berkreasi out of the box yang pada akhirnya disaksikan oleh seseorang tanpa mereka ketahui, orang tersebut tertarik dan meminta demo mereka (nantinya terungkap bahwa orang tersebut berasal dari EMI records).  

Di sebuah malam bersama Mary Austin di kamar apartemennya, Freddie memperkenalkan nama Queen sebagai nama baru Smile. Adegan berlanjut ketika Freddie mengundang Mary Austin, ayahnya dan personil Smile lainnya ke rumah orangtua Freddie. Mereka bertukar cerita hingga akhirnya ibu dan ayah Freddie membuka cerita tentang kelahiran dan masa kecil Freddie. Freddie merasa jengah kemudian ia bernyanyi dan menemukan nama belakang “Mercury” untuk dirinya menggantikan nama “Bulsara”. Hal ini membuat ayahnya marah dan keributan pun terjadi. Saat itu pula perwakilan EMI menelepon mengabarkan bahwa orang EMI yang melihat mereka rekaman saat itu memberikan demo mereka ke John Reid (asisten Elton John) dan Reid ingin bertemu mereka untuk (kemungkinan) membicarakan kontrak. 

Reid bertemu mereka dan terutama Freddie dengan penampilan nyentriknya, meyakinkan Reid yang memang sedari awal sudah tertarik dengan mereka untuk mengontrak Queen. Di situ pula Freddie bertemu dengan Paul Prenter yang akan menemani mereka setiap harinya (dan nantinya menjadi bagian dari perjalanan kisah romansanya).

Dimulai dari penampilan lypsinc (yang Queen tentang habis-habisan) di BBC, Queen mulai tampil di berbagai kesempatan dan karirnya mulai menanjak naik. Suatu hari di kamar apartemen, Freddie tidak saja melamar Mary Austin hari itu, namun juga mendapat berita bahwa album Queen masuk tangga lagu di Amerika Serikat, dan  untuk itu mereka akan melakukan tur Amerika. Berbicara tentang lamaran, adegan Freddie melamar Mary Austin terasa cukup manis. Freddie bahkan menyebut Marry Austin sebagai “love of my life”, namun ternyata beberapa hal tidak terjadi sesuai dengan yang diinginkan. Indikasi homoseksualitas Freddie tidak disebutkan secara eksplisit dalam film ini melainkan tersirat, seperti saat Queen tur amerika, Freddie menelepon Mary Austin namun kemudian melihat laki-laki lain yang masuk ke toilet dan pandangannya mengikuti laki-laki tersebut. Tidak digambarkan Freddie mengikuti laki-laki itu ke dalam toilet, jadi saya menyimpulkan saat itu Freddie masih dalam tahap mempertanyakan orientasi seksualnya. 

Keeksentrikan Freddie sekali lagi ditunjukkan dalam film ini ketika dalam sebuah pertemuan dengan Ray Foster (eksekutif EMI), ia mengganti nama pengacara band Jim Beach menjadi Miami Beach karena nama Jim dirasa absurd dan membosankan. Dalam pertemuan itu pula Freddie menawarkan konsep rock ‘n roll dengan skala opera untuk album terbaru mereka “A Night at the Opera” yang diragukan oleh Ray Foster namun akhirnya ia tetap mengalah. 

Di tahun 1975, Queen merekam album “A Night at the Opera” di sebuah tanah pertanian bernama Rockfield. Di tempat itu Freddie menciptakan lagu “Love of My Life” yang ia tulis untuk Mary Austin. Ironisnya, Paul Prenter mencium Freddie di malam itu. Freddie juga menulis lagu “Bohemian Rhapsody” yang fenomenal. Film ini menggambarkan bagaimana rumitnya proses perekaman lagu tersebut dan tentu bagaimana perfeksionisnya Freddie dalam perekaman lagu tersebut hingga dirasa sempurna. Dalam kenyataannya, menurut penulis buku “Freddie Mercury : The Definitive Biography” Lesley-Ann Jones,  lagu tersebut merupakan pengakuan Freddie bahwa ia adalah seorang gay. Fakta tersebut dipertegas oleh teman baik Freddie, Sir Tim Rice, yang mengatakan bahwa Freddie memang mengungkapkan itu pada lagunya. Hal ini dikutip dari dailymail.co.id. Setelah mengajukan lagu tersebut kepada Ray Foster, sayangnya ia menolak merilis lagu “Bohemian Rhapsody” sebagai single utama dengan alasan tidak ada radio yang mau menyiarkan lagu opera berdurasi 6 menit berisi kata-kata tidak masuk akal itu. Akhirnya, Freddie meminta DJ Keny Everett menyiarkan lagu tersebut di radio. Walaupun ulasannya beragam, “Bohemian Rhapsody” menjadi sukses besar. Karakter yang diperankan Mike Meyers ini kabarnya tak nyata. Diceritakan sebagai bos di label rekaman EMI yang tak menyukai lagu Bohemian Rhapsody, sejumlah situs menyebut, Foster hanya karakter yang dibuat untuk mewakili banyak pihak yang menolak mahakarya Queen tersebut.

Queen kemudian sukses menggelar tur dunia, namun keretakan hubungan antara Freddie dan Mary Austin mulai terlihat. Suatu malam saat mereka berdua, Mary Austin menyatakan ada yang tidak beres dengan hubungan mereka berdua dan menanyakan hal itu kepada Freddie. Freddie menyatakan bahwa ia merasa dirinya adalah seorang biseksual, walau Mary Austin yakin ia adalah seorang gay. Ternyata Mary Austin sudah merasakannya sejak lama dan ingin memastikannya. Mereka memutuskan pertunangan mereka di malam itu.  Meski begitu, Freddie tidak ingin memutuskan ikatan yang mereka punya, Mary Austin tetap menjadi “love of my life” baginya, Tahun 1980 di London, Freddie pindah ke sebelah rumah Mary Austin dengan penampilan barunya. Ia memotong pendek rambutnya dan berkumis tebal. Ada sebuah indikasi kesepian dari adegan telepon antara Freddie dan Mary Austin, meski sebenarnya saat itu Freddie sudah semakin akrab dengan Paul Prenter.   

Freddie meminta Paul Prenter untuk menyelenggarakan pesta mewah di rumah barunya. Saat itu muncul ketegangan tidak saja antara Paul Prenter namun juga Freddie dengan personil Queen lainnya.  Para personil Queen akhirnya meninggalkan Freddie dengan keramaian di pesta mewahnya. Di sinilah setelah pesta ia bertemu dengan seorang pelayan bernama Jim Hutton. Freddie sempat melecehkannya, namun Freddie minta maaf dan akhirnya mereka malah mengobrol. Keduanya mengaku saling menyukai namun Hutton meminta Freddie menemuinya lagi ketika ia sudah menyukai dirinya sendiri.

Kita akan disuguhkan adegan ketika Brian May menciptakan “We Will Rock You” dan meminta personil Queen lain bersama istri mereka berandai-andai sebagai penonton dan ikut menjadi bagian penampilan mereka dengan bertepuk tangan dan menghentakkan kaki.  Hari itu, seperti biasanya Freddie datang terlambat dengan rambut pendek dan kumis tebalnya. Padahal, di dunia nyata, “We Will Rock You” pertama kali dibawakan Queen pada 1977, ketika tampilan Freddie masih gondrong dan klimis tanpa kumis. 

Paul Prenter digambarkan sebagai sosok antagonis dalam film ini, ia digambarkan ingin memisahkan Freddie dari orang-orang terdekatnya dan mengambil keuntungan dari hal tersebut. Ia bahkan mengadu domba John Reid dan Freddie, berakhir dengan pemecatan Reid. Freddie terlihat sangat emosional saat itu, mungkin hal ini juga diakibatkan oleh Marry Austin yang datang ke pertunjukkan Queen dan memperkenalkan kekasih barunya di malam yang sama, bahkan ia sudah tidak memakai cincin tunangan yang diberikan Freddie lagi. 

Freddie digambarkan semakin kacau, ia menjadi senang mabuk-mabukkan bahkan membawa bir ke tempat rekaman. Paul Prenter makin berani mencampuri urusan band. Roger mempertanyakan mengapa Freddie memecat Reid tanpa berdiskusi dengan yang lain, namun dengan arogan dan tanpa bersalah Freddie mengatakan itu sudah terjadi. Adu argumen kembali terjadi ketika Freddie ingin membuat musik disko yang ditentang personil lain. Menurut Roger ini bukan Queen, namun menurut Freddie, Queen adalah apapun yang ia katakan. Deacon menengahi dengan mulai bermain bass dan mereka membuat lagu “Another One Bites the Dust”. Sebuah konferensi pers di London pada tahun 1982 digelar untuk mempromosikan album Hot Space. Dalam konferensi pers tersebut, Freddie dipojokkan oleh wartawan yang memborbardir Freddie dengan pertanyaan mengenai kehidupan pribadi dan seksualitasnya. 

Nampaknya Freddie mulai berada di titik terbawah dalam hidupnya. Video klip “I want to Break Free” yang menampilkan mereka dalam pakaian perempuan menuai kontroversi, MTV memblokir video tersebut. Hubungan Mary Austin dan Freddie juga mulai merenggang. Freddie memberitahu personil lain bahwa ia menandatangani  kontrak solo senilai $4 juta dengan CBS Records, dan hal ini makin memperburuk hubungan dengan rekan bandnya. Freddie digambarkan sebagai biang kerok pecahnya Queen. Ia digambarkan sebagai personel yang paling ambisius sekaligus jadi anggota pertama yang membuat album solo. Padahal dalam kenyataannya, Roger Taylor (drum) yang menetaskan album solo terlebih dahulu berjudul Fun in The Space (1981).

Paul Prenter terus memblok Freddie dari orang-orang terdekatnya. Ia bahkan berbohong pada Mary Austin bahwa Freddie tidak punya waktu untuk berbicara dengannya dan ia berjanji akan menyampaikan kepada Freddie bahwa Mary menelepon,  yang ternyata tak pernah dilakukannya. Freddie semakin terombang-ambing. Ia bagai raja yang berada di puncak, namun kesepian. Jim (Miami) Beach menghubungi Paul Prenter untuk menyampaikan ajakan konser bersama Queen di konser amal Live Aid namun tentu saja hal ini disembunyikan oleh Prenter. Kesehatan Freddie pun diceritakan memburuk, ditambah oleh kebiasaan buruknya meminum minuman keras. 

Suatu malam Mary Austin mendatangi rumah Freddie dan semua kebohongan Paul Prenter mulai terungkap. Mary Austin menyampaikan kabar tentang konser Live Aid dan memaksanya untuk kembali ke band. Ia juga menyampaikan kabar kehamilannya yang mematahkan hati Freddie di awal, namun malam itu mata dan hatinya mulai terbuka. Adegan dramatis di bawah hujan itu menyadarkan Freddie bahwa ia dicintai, bukan oleh Prenter namun oleh Mary Austin, personil Queen lain dan keluarga kandungnya. Freddie marah kepada Prenter dan memutuskan hubungan dengannya, namun Paul tidak terima dan memberitahukan publik tentang petualangan seksual Freddie melalui interview di stasiun TV. Kenyataannya, Prenter membocorkan hal tersebut kepada tabloid The Sun.

Freddie menanyakan tentang konser Live Aid kepada Jim Beach, meskipun semua band sudah diumumkan namun Beach berjanji akan berusaha mempertemukan Freddie dengan personil Queen lainnya. Freddie kembali ke London untuk bertemu dan meminta maaf kepada rekan bandnya, mereka akhirnya berbaikan. Penyelenggara Live Aid pun menyelipkan mereka pada tempat terakhir di Live Aid. 

Diceritakan di film, Freddie melakukan pemeriksaan dan mengetahui bahwa ia terjangkit AIDS sebelum konser Live Aid dan memberitahu rekan bandnya tentang status kesehatannya pada gladiresik konser Live Aid 1985. Padahal, di dunia nyata ia belum pernah melakukan tes sampai 1986. Pada Oktober 1986, wartawan Inggris melaporkan bahwa Freddie menguji darahnya untuk memastikan gejala HIV/AIDS di klinik Harley Street. Freddie akhirnya mengungkapkan penyakit yang dideritanya kepada The Guardian, November 1991. 

Di penghujung film, di hari penyelenggaraan konser Live Aid (1985), Freddie akhirnya berhasil menemukan Jim Hutton, ia mempertemukan Hutton dengan keluarganya. Freddie memperkenalkannya sebagai teman, namun bahasa tubuhnya menunjukkan hal lain. Keluarganya menerima hal ini dan mereka berhubungan baik kembali.  

Queen tampil di konser Live Aid dengan penuh energi dan mendapat sambutan amat meriah dari penonton. Mary Austin dan suaminya datang untuk mendukung Freddie dan bertemu Hutton. Dari “Bohemian Rhapsody”, “Radio Ga Ga”, “Hammer to Fall”, hingga “We Are the Champions” dinyanyikan secara live oleh Freddie.  Penampilan mereka di Live Aid sukses besar mengesankan kurang lebih 1.9 milliar penonton, membantu meningkatkan donasi selama mereka tampil.

Masih kurang? Berikut ini adalah cerita di balik layar Film Bohemian Rhapsody yang dirangkum dalam sebuah video.  





Comments

Popular posts from this blog

8 FILM KOREA BERTEMA PERANG

Love of My life - Queen : Arti dan Makna Lagu

Tum Hi Ho - Arijit Singh : Arti dan makna Lagu